KONSEP HUKUM
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber
dan menjadi bagian dari agama islam. Dalam konsepsi hukum islam dasar dan
kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah SWT yang diatur tidak hanya hubungan
manusia dan manusia lain dalam masyarakat termasuk dirinya sendiri dan benda
seta alam semesta. Tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan.
Berbeda dengan system hukum yang lain, hukum
islam tidak hanya hasil pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia di
suatu tempat pada suatu masa, tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah SWT melalui
wahyunya yang kini terdapat dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad
SAW sebagai Rasul-Nya melalui sunnah beliau yang kini terhimpun dengan baik
dalam kitab-kitab hadits.
Dalam penggunaan istilah di Indonesia, hukum
Islam dikenal dengan istilah yang lain yang sama yakni Syari’at Islam (Islamic
Law) yaki wahyu Allah SWT yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya
yang terdapat dalam kitab hadits. Akan tetapi syari’at lebih bersifat
fundamental, mempunyai lingkup yang lebih luas dari fiqh, berlaku abadi serta
menunjukkan kesatuan dalam islam, dan istilah lain dengan istilah fiqh Islam
(Islamic Jurisprudence) yakni pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang
syari’at yang sekarang terdapat dalam kitab-kitab fiqh. Oleh karena manusia
yang biasanya disebut perbuatan hukum. Karena fiqh adalah karya manusia maka ia
tidak berlaku abadi dapat berubah dari masa ke masa serta dapat berbeda dari
satu tempat ke tempat lain. Perbedaan dari istilah tersebut adalah syari’at
merupakan landasan fiqh, dan fiqh merupakan pemahaman orang yang memenuhi
syarat tentang syari’at.
Fiqh berisi rincian (elaborasi)
syari’ah, yakni suatu kegiatan ijtihad yang menggunakan akal fikiran
(ar-Ro’yu). Dalam fiqh seseorang akan menemukan pemikiran-pemikiran para
fukoha’ antara lain, para pendiri empat madzhab yakni Abu Hanifah (pendiri
Madzhab Hanafi), Malik bin Anas (pendiri Madzhab Maliki), Muhammad Idris
As-Syafi,i(pendiri madzhab Syafi’i), dan Ahmad bin hanbal (pendiri madzhab
Hanbali) yang sampai sekarang hasil ijtihad mereka masih berpengaruh.
Menurut Tahir Azhary, terdapat tiga
sifat hukum islam. Yang pertama yaitu, bidimensional, artinya mengandung segi
kemanusiaan dan segi ketuhanan(Ilahi). Kedua adalah adil, dalam islam keadilan
bukan saja merupakna tujuan tetapi merupakan sifat yang melekat sejak
kaidah-kaidah dalam syari’at ditetapkan. Dan ketiga bersifat individualistic
dan kemasyarakatan yang diikat oleh nilai-nilai transedental (wahyu).
Isi
hukum islam terbagi menjadi 2, yakni bidang ibadah yakni tata cara dan
ritual wajib dilakukan seorang muslim dalam berhubungan dengan Allah dan bidang
muamalah yakni ketetapan Allah SWT yang langsung berhubungan dengan kehidupan
social manusia.
Menurut
Fathi Osman bagian-bagian hukum islam terdiri dari :
1.
Al-ahkam
al-ahwal al-syakhsiyah (hukum perorangan)
2.
Al-ahkam
al-madaniyah (hukum kebendaan)
3.
Al-ahkam
al-jinayah (hukum pidana)
4.
Al-ahkam
al-murafaat (hukum acara perdata pidana dan peradilan tata usaha negara)
5.
Al-ahkam
al-dawliyah (hukum internasional)
6.
Al-ahkam
al-iqtshadiyah wa al-maliyah (hukum ekonomi dan keuangan)
Tujuan hukum islam adalah untuk mencegah
kerusakan pada manusia dan mendatangkan kemaslahatan serta mengarahkan pada
kebenaran untuk mencapai kebahagiaan kehidupan di dunia dan di akhirat. Abu
Ishaq al-shatibi merumuskan lima tujuan hukum islam, yakni memelihara agama,
jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Sumber hukum islam
Sumber hukum islam terdiri dari :
Al-Qur’an
Berasal dari kata qira’ah artinya bacaan yaitu kitab
suci yang diturukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW ( Q.S Al Qiyamah
18).
MenurutSubhi Al Salih Al-Quran adalah kalam Allah
SWT yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril
dan ditulis dalam mushaf-mushafdan disampaikan kepada manusia, dimulai dengan
surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-nas, serta membaca dan
mempelajarinya merupakan ibadah.
Al-Quran mempunyai beberapa nama antara lain :
1. Al-Kitab QS.2:2, 44:2
2. Al-Furqon ( pembeda )
Dalam menetapkan hukum ada tiga cara yang
dipergunakan Al-quran , yaitu:
- Mujmal, Al-quran hanya menerangkan pokok dan
kaidah hukum saja, sedangkan perincian dijelaskan dalam As Sunnah dan
ijtihad para ulama. Cara ini banyak berkaitan dengan masalah ibadah.
- Agak jelas dan terperinci, seperti dalam hukum
ijtihad, undang-undang perang ( tawanan,rampasan ) hubungan umat islam dengan
umat lainnya.
- Jelas dan terperinci, berkenaan dengan masalah
hutang piutang, makanan halal haram, sumpah, memelihara kehormatan wanita dan
perkawinan.
Dalam
menyimpulkan suatu ayat Al-qur'an agar mudah dipahami dan diambil sebagai
sumber hukum, diperlukan beberapa cara antara lain :
a. Tafsir
tahlili, yaitu mengkaji Al-qur'an dari segala segi dan maknanya, ayat demi ayat
dan surat demi surat sesuai dengan urutan dalam mushaf usmani, yang terdiri
dari :
-
Tafsir bi al-matsur
(menafsirkan Al-qur'an dengan Hadits)
-
Tafsir bi al-ra'yi
(menafsirkan Al-qur'an dengan pendapat atau akal)
-
Tafsir sufi
(menafsirkan Al-qur'an yang dilakukan oleh para sufi yang pada umumnya
dipengaruhi oleh mistisisme atau tasawuf)
-
Tafsir fiqih
(menafsirkan Al-qur'an yang dilakukan oleh fuqaha' untuk dijadikan dalil atas
kebenaran pendapatnya)
-
Tafsir falsafi
(menafsirkan Al-qur'an dengan menggunakan teori-teori filsafat, biasanya
menggunakan ilmu kalam dan simantik atau logika)
-
Tafsir 'Ilmi
(menafsirksn Al-qur'an dengan menggunakan ilmu pengetahuan modern yabg timbul
pada masa sekarang)
-
Tafsir Adabi
(menafsirkan Al-qur'an dengan menggunakan segi balaghah dan kemukjizatan
Al-qur'an).
b. Tafsir
Ijmali, yaitu penafsiran secara singkat, global tanpa uraian panjang lebar
dengan penjelasan yang mudah dipahami.
c. Tafsir
Muqaran (membanding) yaitu memilih ayat-ayat lalu mengemukakan penafsiran
seorang ulama sekaligus membandiingkan penafsirannya dari sisi dan
kecenderungan masing-masing.
d. Tafsir
Maudhu'i (tematik) yaitu mengumpulkan ayat-ayat Al-qur'an yang berbicara
tentang suatu masalah / tema yang mempunyai tujuan dan tema yang satu.
Sunnah
Secara etimologi
“sunnah” berart jalan yang bisa dilalui, cara yang senantiasa dilakukan,
kebiasaan yang selalu dilaksanakan. Secara terminologi sunnah adalah segala hal
yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik perkataan, perbuatan maupun
persetujuan / penetapan (taqrir).
Terdapat
beberapa istilah yang memiliki kesamaan makna dengan sunnah, antara lain :
-
Hadits, biasa digunakan
hanya terbatas dari apa yang datang dari Nabi Muhammad SAW
-
Khabar, digunakan
terhadap apa yang datang dari selain Nabi Muhammad SAW
-
Atsar, apa yabg datang
dari sahabat, tabi'in dengan orang-orang sesudahnya
Para ulama
sepakat bahwa sunnah merupakan sumber hukum Islam kedua sesudah Al-qur'an. Hal
ini berdsarkan pada Qs. Ali Imran:31 , Al-nisa':59 , Al-Hasyr:7 , Al-Ahzab:21 ,
dan hadits rasul yang artinya “sesungguhnya padaku telah diturunkan Al-qur'an
dan sejenisnya” (HR. Bukhari-Muslim)
Ijtihad
Ijtihad berarti
“mencurahkan segala kemampuan” dan “memikul beban”. Secara terminologi beararti
mencurahkan kemampuan untuk mendapatkan hukum syara' (hukum islam) tentang
suatu masalah dari sumber (dalil) hukum yang tafsili (rinci) yakni Al-qur'an dan
As Sunnah.
Metode-metode
yang digunakan para mujtahid dalam memutuskan suatu hukum:
a) ijma' yakni konsensus atau kesepakatan para
imam mujtahid di kalangan umat islam tentang hukum Islam pada suatu masa
setelah rasulullah SAW wafat
b) Qiyas
yakni menyamakan sesuatu yang tidak disebut dalam nash (Al-qur'an dan As
Sunnah) dengan sesuatu yang telah disebutkan oleh nash. Dengan kata lain qiyas
merupakan ijtihad deduksi atau menarik kesimpulan dan nash dengan jalan analogi
(reasoning by analogy). Contohnya menganalogikan narkoba dengan larangan khamr
karena sama-sama memabukkan.
c) Istishlal
(al maslahah dan al mursalah) adalah sifat-sifat yang sejalan dengan tindakan
perintah Allah SWT dan Rasul-Nya serta sejalan dengan tujuan syara' tetapi
tidak terdapat ketentuan yang pasti baik mendukung atau menolak masalah
tersebut oleh nash secara rinci. Dasar pemikiran istishlal (maslahah
al-mursalah) adalah untuk pencapaian kebaikan (kemaslahatan) dan menolak
kerusakan (mafsadat) umat manusia.
d) Istihsan
berarti memandang dan meyakini baiknya sesuatu, salah satu metode penetapan
hukum yang dipakai oleh madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali, sedangkan madzhab
Syafi'i menolak. Menurut Imam Bdzawi (Hanafi) istihsan diartikan berpaling dari
kehendak qiyas (biasa) kepada qiyas yang lebih kuat atau pengkhususan qiyas
berdasarkan dalil (nash) yang lebih kuat. Menurut Imam al-Sarakhsi meninggalkan
metode qiyas dengan metode menggunakan metode yang lebih kuat karena ada dalil
yang mengkehendakinya serta lebih sesuai dengn kemaslahatan. Menurut Imam
Al-Syatibi (Madzhab Maliki) Istihsan adalah memberlakukan kemaslahatan parsial
ketika berhadapan dengan kaidah umum. Sehingga mendahulukan mashlahah dan
qiyas. Menurut Ibnu Qudamah dan Najmuddin Al-Tufi (madzhab Hanmabi) Istihsan
adalah berpaling dari hukum suatu masalah disebabkan adanya nash khusus
e) 'Urf
yaitu kebiasaan mayoritas umat dalam menilai suatu perkataan atau perbuatan
dijadikan salah satu dalil dalam menetapkan hukum. Menurut Mustafa Ahmad
al-Zarqa, 'urf merupakan bagian dari adat, karena lebih umum, sehingga suatu
'urf harus berlaku pada kebanyakan orang di daerah tertentu, bukan pada pribadi
atau kelompok tertentu dan 'urf sendiri muncul dari suatu pemikiran dan
pengalaman.
Dari 'urf ini
muncul qaidah (ushul fiqh) :
·
al-adah muhakamah (adat
kebiasaan bisa menjadi landasan hukum)
·
La yunkaru taghayyuru
al-ahkam bi taghayyuri al-azminah wa al-amkinah (tidak diingkari perubahan
hukum disebabkan perubaha zaman dan tempat)
·
Al-ma'ruf urfan ka al
masyrut syartan (yang baik itu menjadi 'urf sebagaimana yang disyaratkan itu
menjadi syarat)
·
Al-tsabit bi al-'urf ka
al-tsabit bi al-nash (yang ditetapkan melalui 'urf itu sama dengan yang
ditetapkan melalui nash)
f) Sad
al-dzar'i yaitu menutup segala cara (jalan) yang menuju kepada suatu perubahan
yang dilarang / merusak
g) Istisshhab
secara terminologi “minta bersahabat” atau “membandingkan sesuatu dan
mendekatinya”. Menurut Imam Syafi'i istishab adalah berpegang pada dalil akal
atau syara' bukan karena adanya dalil, tapi hasil pembahasan dan penelitian
cermat menyatakan bahwa tidak ada dalil yang mengubah hukum yang sudah ada.
Dalil kaidah
(ushul fiqh)
·
inna al-ashl baqa'u ma
kana ala ma kana (pada dasarnya seluruh hukum yang sudah ada dianggap tetap
berlaku sampai ditemukan dalil yang menunjukkan hukum itu tidak berlaku lagi)
·
Al-ashl fi al-asyyaa'
al ibahah (dasar dalam hal-hal yang sifatnya bermanfaat bagi mausia hukumnya
adalah boleh dimanfaatkan)
·
Al-yaqinu la yuzalu bi
al-syakk (suatu keyakinan tidak dapat dibatalkan dengan keraguan)
·
Al-ashl fi al-azimah al-bara'ah
min al-takalif wa al-huquq (pada dasarnya seseorang tidak dibebani tanggung
jawab sebelum adanya dalil yang menetapkan tanggung jawab seseorang)
h) Madzhab
shahabi adalah pendapat para sahabat (baik berupa fatwa maupun ketetapan hukum
di pengadilan) tentang suatu kasus yang menjadi dasar ulama dalam menentukan
hukum. Para ulama memberi batasan bahwa pendapat para sahabat yang dikemukakan
berdasarkan hasil ijtihad tidak dapat dijadikan ujjah dalam menetapkan hukum.
Kecuali bila pendapat sahabat tersebut tidak menggunakan logika atau ijtihad
i)
Syar'u man qablana
adalah hukum / syari'at sebelum Islam datang dan berkenaan dengan syari'at
Islam.
Prinsip Hukum
Islam
Prinsip-prinsip
hukum Islam:
- Tauhid, bahwa semua pelaksanaan huku Islam adalah ibadah karena merupakan perhambaan manusia kepada Allah SWT
- Keadilan, meliputi keadilan dalam berhubungan antara manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan sesama manusia dan masyarakat serta hubungan manusia dengan berbagai pihak yang terkait
- Amar'ma'eruf nahi mungkar, berarti hukum Islam memerintahkan manusia untuk merekayasa menuju tujuan yang baik dan benar dan diridloi Alla SWT, serta memiliki fungsi menjauhkan dari segala sesuatu yang dilarang (kontrol). Dalam hukum Islam terdapat lima hukum dasar (al-ahkamul khamsah), yakni wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram
- Kemerdekaan dan kebebasan, prinsip ini mengkehendaki agar agama dan hukum Islam tidak disampaikan dalam bentuk paksaan, akan tetapi dengan argumentasi, pernyataan dan tauladan perilaku yang baik
- Persamaan atau egaliter
- Tolong menolong (Ta'awun)
- Toleransi (tasammuh)
Fungsi Hukum
Islam
- Memelihara kemaslahatan agama
- Memelihara jiwa
- Memelihara akal
- Memelihara keturunan
- Memelihara harta benda
DEMOKRASI DALAM ISLAM
Demokrasi
berasal dari bahasa Yunani terdiri dari Demos (rakyat) dan Cratein
(pemerintah). Jadi demokrasi berarti suatu negara yang pemerintahnnya dipegang
rakyat. Dalam istilah Inggris, democracy yang menurut Presiden AS Abraham
Lincoln merumuskan bahwa “Democracy is a government from people, by the people,
and for the people”. Asas demokrasi adalah pengakuan terhadap HAM dan
mengikutsertakan rakyat dalam pemerintahan.
Pada abad keempat di Yunani, rakyat
secara langsung turut serta dalam hal-hal kenegaraan yang disebut demokrasi
lamgsung. Seiring dengan perkembangan demokrasi yang diterapkan adalah
demokrasi perwakilan. Demokrasi yang berkembang di tiap negara berbeda karena
faktor ideologi, historis dan latar belakang budaya.
Dalam Islam terdapat ajaran tentang
demokrasi seperti yang dijalankan oleh Rasulullah SAW yang selalu berdialog
dengan para sahabat dan masyarakat muslim dalam setiap pengambilan keputusan
untuk kepentingan umat. Hal ini dijelaskan dalam penjelasan QS Ali Imron 159,
serta tersirat dalam surat Asy Syura ayat 38.
Menurut suatu riwayat, dikatakan
bahwa Abu Hurairah berkata : “Saya tidak melihat seorangpun yang lebih rajin
bermusyawarah dengan para sahabat selain Rasulullah SAW sendiri”.
Dalam hadits lain diriwayatkan Rasul
mengatakan kepada kedua penasihat utamanya yaitu Abu Bakar dan Umar bahwa “Jika
kamu berdua sepakat berdasarkan suatu musyawarah, aku tidak akan menetang
kalian”.
Al-qur'an hanya memberi instruksi
mengenai apakah semua permasalahan harus ditentukan dengan musyawarah, atau
apakah syura berlaku pada masalah pemerintahan saja. Tapi hal ini justru
membuat syura semakin fleksibel, tidak dibatasi dan dapat diterapkan dalam
semua keadaan, dan untuk semua permasalahan yang berkaitan pada masyarakat.
Syura berasal dari kata syara
berarti mencarikan / mengambil madu dari sarang lebah / mencarikan suatu
pendapat (ray) berkenaan dengan suatu permasalahan tertentu. Orang yang
memikirkan suatu permasalahan dengan orang lai sering melaksanakan ijtihad
berdasarkan pendapat rasional (ijtihad fi al-ray), dan dengan demikian mungkin
benar dan mungkin salah. Tapi karena syura tidak seperti ijtihad yag hanya
diambil oleh seorang ahli hukum saja, maka ia cenderung benar. Kekuatan syura
juga terletak pada kenyataan bahwa musyawarah membawa masyarakat lebih dekat
satu sama lain, dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk menyuaraka
pandangan tentang permasalahan yang menyangkut masyarakat umum. Dengan cara
ini, syura mencegah terjadinya perpecahan dalam masyarakat. Tapi musywarah
hanya efektif jika para partisipan memiliki kebebasan penuh untuk mengemukakan
pendapatnya.
Ijma menurut bahasa adalah sepakat.
Setuju atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulata pendapat atau
kesepakatan semua ahli ijtihad ummat setelah wafatnya Nabi pada suatu masa
tentang suatu hukum. Ijma adalah ijtihad jama'i atau ijtihad yang dilakukan
oleh para mujtahid secara berkelompok.
Ijma terdiri atas ijma qauli
(ucapan), dan ijma sukuti (diam). Ijma qauli maksudnya para ulama mujtahidin
menetapkan pendapatnya baik dengan ucapan maupun dengan tulisan yang
menerangkan persetujuannya atas pendapat mujtahid lain di masanya. Ijma sukuti
adalah ketika para ulama mujtahidin berdian diri, tidak mengeluarkan
pendapatnya atas hasil ijtihad para ulama lain, diamnya itu bukan karena takut
atau malu.
HAM MENURUT PERSPEKTIF ISLAM
Dalam memberikan pengertian terhadap
HAM, setiap bangsa mempunyai perspektif yang berbeda. Indonesia merumuskan HAM
sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati dan
dilindungi yang tercantum dalam UU HAM Pasal 1 Ayat 1. Pada dasarnya
peristilahan HAM berawal dari konsep kuno Yunani – Romawi yag megkaitkan sikap
manusia serta mengukur baik buruknya berdasarka keserasian dalam hukum alam
(natural law doktrin) yang lebih menekankan kewajiban daripada hak.
Dalam menelaah sejarah HAM, jauh
sebelum abad masehi yaitu paa zaman Nabi Musa As yang memperjuangkan
kemerdekaan umat Yahudi dari perbudakan Kerajaan Mesir. Pada abad Masehi terdapat
deklarasi tentang HAM yang diawali dengan Magna Charta (1215) di Inggris yang
membarasi kekuasaan Raja Sir John II, sampai pada Universal Declaration of
Human Rights 10 Desember 1948 produk dari PBB yang mencantumkan hak-hak
dasar manusia dalam bidang politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Banyak
sekali jenis-jenis HAM yang diungkapkan oleh para ahli, tetapi pada dasarnya
Hak Asasi meliputi:
1) Hak
memperhatikan diri (self preservation)
2) Hak
kemerdekaan (independence)
3) Hak
persamaan (equality)
4) Hak
untuk dihargai (respect)
5) Hak
bergaul dengan yang lain (interconise)
Deklarasi Universal di atas adalah
produk sebuah masa yang tidak terlepas dari pengaruh latar belakang historis,
ideologis, dan intelektual yang berkembang paska perang dunia II yang merupakan
hasil ramuan budaya pasca masa pencerahan sekular Barat yang tidak berpijak
pada prinsip agama.
Dalam perspektif Islam, syariat
memberikan garis pemisah yang jelas antara huquq Allah (hak-hak Allah) dan
huquq Al-Ibad (hak-hak hamba Allah). Hak Allah adalah kewajiban yang
dicanangkan kepada setiap manusia untuk dilaksanakan untuk pengakuan terhadap
ke-Esaan, ke-Maha Kuasaan dan Kebesaran Allah dengan mengikuti ketentuannya.
Namun dalam konteks pelaksanaan syariat hak-hak manusia dapat dianggap dianggap
sebagai hak-hak Tuhan. Contohnya adalah pelaksanaan zakat, institusi ini
merupakan suatu kewajiban dalam melaksanakan hak Allah, tapi juga merupakan
hak-hak manusia, yakni hak-hak orang miskin yang harus dipenuhi. Jadi dalam
perspektif Islam hak-hak manusia adalah ketentuan moral yang diatur oleh hukum
Allah atau syariat.
Hak-hak asasi manusia adalah augrah
Tuhan dan di dalam Islam hak-hak ini bersifat “teosentris” yakni bertujuan
untuk dan bersumber dari Tuhan. Islam menempatkan hak-hak manusia sebagai
konsekuensi dari pelaksanaan kewajiban terhadap Allah. Ekspresi kebebasan
manusia harus ditempatkan dalam rangka keadilan, kasih sayang, dan persamaan
kedudukan di mata Tuhan.
Al-qur'an sangat menaruh perhatian
kepada pemenuhan hak keadilan dan tnggung jawab dalam pelaksanaannya yaitu pada
surat Al Maidah ayat 8, dalam konteks keadilan, Al-qur'an menggunakan istilah Adl
dan Qist. Adl menunjuk kepada perilaku atau sikap yang berimbang
antara dua ekstrim. Qist berarti bersikap adil (idak memihak) dalam menggunakan
kekuasaan. Persamaan kedudukan di hadapan Allah dalam semua hal, keunggulan
kedudukan hanya ditentukan oleh iman dan amalan kebaikan seperti pada surat
Al-Baqarah ayat 17.
Jaminan bagi kebebasan manusia
tercermin pula dalam ketetapan Tuhan bahwa tiada seorangpun yang dapat
membatasi kebebasan manusia kecuali Allah. QS Asy-Syura ayat 21.
Kebebasan nurani manusia juga sangat
dihargai oleh Islam karena pengekangan nurani berarti mencabut rasa kemanusiaan
seseorang. Dalam pelaksanaannya juga harus disertai dengan tanggung jawab,
sepert halnya dalam surat Al-Qiyamaah ayat 14-15, surat Al-Baqarah ayat 226.
Semangat konsep keadilan dan
persamaan ini melatarbelakangi nasihat Ali bin Abi Thalib r.a, kepada para
penegak “Apabila kebenaran telah terungkap, keputusan harus diambil tanpa rasa
takut, pilih kasih, dan prasangka”.
Jadi tidak perlu disangsikan lagi
bahwa di dalam Islam telah diatur segala aspek kehidupan manusia termasuk
mengenai hak manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Sebagai makhluk yang
terpilih untuk mengemban amanah (khalifah) Allah di bumi, kepadanya Allah pikulkan berbagai tugas dan tnggung jawab
untuk melakukan reformasi (ishlah) dan mencegah berbagai macam
tindakan
pengerusakan (fasad) yang tidak disukai oleh-Nya untuk terlaksananya tugas dan
tanggung jawab dengan misinya sebagai khalifah, kepadanya Allah memberikan
sejumlah hak yang harus dipelihara dengan sebaik-baiknya serta dihormati.
Hak-hak tersebut bersifat sangat mendasar (asasi), dan diberikan langsung oleh
Allah sejak kehadirannya di muka bumi ini.
Karena itu, tak seoragpun dapat
mengingkarinya dan mencabut dari dirinya. Hak-hak itu antara lain akan
diuraikan dalam pembahasan berikut.
A) Hak
Persamaan dan Kebebasan
1. Persamaan di dalam politik dan hukum QS Al-Hujarat
49:13, An-Nisa' 4:58 dan An-Nisa' 4:105
2. Hak
berekspresi dan mengeluarkan pendapat QS Ali Imran 3:104, Al-Ashr 103:3,
Az-Zumar 39:17-18)
3. Hak
berpartisipasi dalam politik dan pemerintahan QS Asyura 42:38
4. Hak
wanita sederajat dengan pria (persamaan)
a) Hak
memperoleh perlindungan dan perlakuan yang wajar An-Nisa' 4:34
b) Hak
untuk memperoleh nafkah Ath-Thalaaq 6:5
c) Hak
untuk memperoleh bagian harta warisan An-Nisa' 4:7
d) Hak
untuk berusaha dan memperoleh hasil usahanya An-Nahl 17:97
e) Hak
dalam memilih pasangan hidup di dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
“Dari Ibnu Abbas
katanya, sesungguhnya seorang gadis telah datang mengadukan halnya kepada
Rasulullah SAW bahwa ia telah dikawinkan oleh bapaknya dan ia tidak
menyukainya. Maka Nabi SAW memberikan kesempatan kepadanya unuk meneruska atau
membatalkan perkawina itu” (HR Ahmad, Abu Daud, Ibu Majah dan Daru Quthni)
f) Hak
kebebasan memilih agama (QS Al-Baqarah 2:256, Al-Kahfi 18:29, dan S.Yunus
10:99)
g) Hak
dan kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan sosial (QS Al-Baqarah
2:168, Al-Ma'un 107:1-3, Al-Ma'arij 70:24-25)
h) Hak
kebebasa bertempat tinggal dan mencari serta memberi suaka (QS An-Nisa' 4:97,
Al-Mumtahanah 60:8-9)
B) Hak
Hidup, Perlindungan dan Kehormatan
Hak hidup dan
memperoleh perlindungan (QS Al-Isra' 17:33, Al-Isra' 17:31)
Di dalam sebuah
hadits, Nabi SAW bersabda yang artinya :
Rasulullah SAW
bersabda : “Tolonglah saudaramu yang menganiaya (zalim) atau yang teraniaya
(terzalimi). Ya Rasulullah, aku akan menolong seseorang yang teraniaya. Bagaimana
pendapatmu jika seseorang berbuat zalim, bagaimana cara aku menolongnya?
(Rasulullah) berkata : cegahlah ia dari berbuat zalim, maka itulah cara engkau
menolon” (HR Bukhari)
1. Hak
atas kehormatan pribadi (QS Al-Hujarat 49:11-12, An-Nur 24:27-28)
2. Hak
anak dari orang tua (QS Al-Baqarah ayat 233, At-Tahrim 66:6) ditegaskan dalam
sebuah hadits :
Artinya : Nabi
SAW bersabda : “Tidakkah dari anak (yang lahir) itu melainkan dilahirkan dalam
keadaan suci (fitrah), maka kedua ibu bapaknyalah yang akan menjadikannya
Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR Bukhari)
3. Hak
memperoleh pendidikan dan berperanserta dalam perkembangan iptek (QS Al-Israa'
17:36 dan QS Al-Israa' 17:84)
4. Hak
untuk bekerja dan memperoleh imbalan (QS An-Nahl 16:97, Al-Mulk 67:15 dan
Al-Israa' 17:84)
5. hak
tahanan dan narapidana (QS Al-Qashash 28:77)
C) Hak
Kepemilikan
1. Hak
kepemilikan pribadi (QS Al-Baqarah 2:29 dan An-Nisaa' 14:29)
2. Hak
menikmati hasil / produk ilmu dan hak ciptaanya (QS Al-Ahqaaf 46:19,
Al-Mujaadilah 58:11, An-Nahl 16:97)
3. Hak
menikah dan berkeluarga (QS Ar-Ruum 30:21)
Kontribusi umat Islam dalam
Perumusan Sistem Hukum Nasional
·
Lahirnya UUD 1945
·
Lahirnya UU Perkawinan,
Peradilan Agama, Pengelolaan Zakat, Perbakan Syariah dll.
HAM MENURUT PERSPEKTIF
BARAT
Konsepsi HAM dikalangan sejarawan EROPA
tumbuh dari konsep hak ( right ) pada yurisprudensi romawi, kemudian meluas
pada etika viateori hokum alam ( naturallaw ).tentang hal ini, Robert audi
mengatakan sebagai berikut : the konsep of right arose in roman yurisprudence
and was extended to ethics via natural teori. Justas positive law makers,
konvers legal right, so the natural konvers natural rights.
Secara ringkas, uraian berikut akan
menggambarkan kronologis konseptualisasi penegakan HAM yang diakui secara
yuridis – formal. Perkembangan berikut juga menggambarkan pertumbuhan kesadaran
pada masyarakat barat. Tonggak – tonggak sosialisasinya adalah sebagai berikut:
pertama, dimulai yang paling dini, oleh munculnya ’ perjanjian agung ‘( magna
charta ) di ingris pada 15 Juni 1215, sebagau bagian dari pemberontakan para
BARON terhadap raja JHON ( saudara raja RICHARD berhati singa, seorang pemimpin
tentara salib. Isi pokok dokumen itu ialah hendaknya raja tak melakukan
pelanggaran terhadap hak milik dan kebebasan pribadi seorangpun dari rakyat (
sebenarnya cukup ironis bahwa pendorong pemberontakan para baron itu sendiri
antara lain ialah dikenakannyapajak yang sangat besar, dan dipaksakannya para
baron untuk membolehkan anak – anak perempuan mereka kawin dengan rakyat biasa
).
Kedua, keluarnya bill of right pada 1628
yang berisi penegasan tentang pembatasankekuasaan raja dan dihilangkannya hak
raja untuk melaksanakan kekuasaan terhadap siapapun, tanpa dasar hokum.
Ketiga, deklarasi kemerdekaan amerikat
serikat pada 6 juli 1776, yang memuatpenegasan bahwa setiap orang dilahirkan
dalam persamaan dan kebebasan dengan hak untuk hidup dan mengejar kebahagiaan,
serta keharusan mengganti pemerintahanyang tidak mengindahkan ketentuan –
ketentuan dasar tersebut.
Keempat, deklarasi hak – hak asasi
manusia dan warga Negara ( declaration des droits de I’Homme et du Citoyen /
Declaration of the rights of man and of the citizen ) dari Perancispada 4
agustus 1789, dengan titik berat kepada lima hak asasi : kepemilikan harta ( propiete
), kebebasan ( liberte ), persamaan ( egalite ), keamanan (securite) dan perlawanan
terhadap penindasan ( resistence a l’oppression ).
Kelima, deklarasi universal tentang hak
hak asasi manusia ( universal declaration of human rights / UDHR ), pada 10
desember 1948, yang memuat pokok –pokok tentang kebebasan, persamaan, pemilikn
harta, hak- hak dalam perkawinan, pendidikan, hak kerja, kebebasan beragama
(termasuk pindah agama ). Deklarasi itu ditambah dengan berbagai instrument
lainnya yang datang susul menyusul, telah memperkaya imat manusia tentang hak –
hak asasi, dan menjadi bahan rujukan yang tidak mungkin diabaikan.
Dari perkembangan historis di atas,
dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan filosofisyang tajam, baik dari segi
nilai maupun orientasi. Di inggris menekankan pada pembatasan raja, di amerika
serikat mengutamakan kebebasan individu, di perancis memprioritaskan
egalitarianism persamaan kedudukan di hadapan hokum ( equality before the law
), di rusia tidak diperkenalkan hak individu, tetapi hanya mengakui hak social
dan kolektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar