WELCOME TO MY BLOG

Sabtu, 31 Desember 2011

PENGOLAHAN SAMPAH ORGANIK


CARA MENGOLAH SAMPAH ORGANIK

Sampah merupakan suatu bahan yang dibuang atau terbuang sebagai hasil dari aktivitas manusia maupun hasil aktivitas alam yang tidak atau belum memiliki nilai ekonomis.  Sampah yang dihasilkan bermacam-macam bentuk dan jenisnya. Secara garis besar sampah dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:  Sampah kering atau sampah anorganik,  Sampah basah atau sambah organik, dan Sampah berbahaya.
Sub topik yang akan saya bahas adalah mengenai sampah organik, Sampah Organik adalah merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang benar.  Sampah organik bisa mengalami pelapukan (dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau (sering disebut dengan kompos). Sampah organik sendiri terbagi menjadi 2, yaitu:  Sampah organik basah, yaitu sampah mempunyai kandungan air yang cukup tinggi. Contohnya kulit buah dan sisa sayuran. Dan Sampah organik kering, yaitu bahan organik lain yang kandungan airnya kecil. Contoh sampah organik kering di antaranya kertas, kayu atau ranting pohon, dan dedaunan kering.
Belakangan banyak sampah organik yang dihasilkan terutama di pasar-pasar, seperti pasar buah, pasar sayur-mayur, dan pasar ikan. Tetapi sampah sampah tersebut tidak dimamfaatkan bahkan dibuang begitu saja. Padahal jika tidak di kelola dengan benar sampah organik juga membahayakan kesehatan dan lingkungan.
Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:  Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).  Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
Sedangkan potensi bahaya lingkungan dari sampah organik berupa  rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis.
            Untuk mengatasi  potensi bahaya tersebut  maka perlu pengolahan secara benar, yaitu dengan mengolah sampah organik tersebut menjadi pupuk kompos. Sebagai mahasiswa kita bisa melakukanya dengan skala rumah tangga, langkah- langkahnya adalah sebagai berikut:
Sediakan ember, pot, kaleng bekas, ataupun wadah lainnya.
Lubangi bagian dasar dan letakkan di wadah yang dapat menampung rembesan air dari dalamnya.
Masukkan sampah organik ke dalam wadah (drum) setiap hari.
Taburi dengan sedikit tanah, serbuk gergaji, atau kapur secara berkala.
Bila terdapat kotoran binatang bisa ditambahkan untuk meningkatkan kualitas kompos.
Setelah penuh, tutup drum dengan tanah dan diamkan selama dua bulan.
Wadah siap dijadikan pot dengan kompos di dalamnya sebagai media tanam.
            Dengan pengolahan tersebut setidaknya kita dapat mengurangi pencemaran lingkungan yang dapat menggangu kesehatan dan yang dapat mengancam kehidupan mahluk hidup di laut yang di akibatkan oleh sampah organik. Selain itu jika kita melakukan dengan skala besar kita akan mendapat keuntungan dengan menjual hasil pengomposan tersebut yang berupa pupuk kompos.

Minggu, 18 Desember 2011

HUKUM, dan HAM dalam ISLAM


KONSEP HUKUM
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama islam. Dalam konsepsi hukum islam dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah SWT yang diatur tidak hanya hubungan manusia dan manusia lain dalam masyarakat termasuk dirinya sendiri dan benda seta alam semesta. Tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan.
Berbeda dengan system hukum yang lain, hukum islam tidak hanya hasil pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia di suatu tempat pada suatu masa, tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah SWT melalui wahyunya yang kini terdapat dalam Al-Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya melalui sunnah beliau yang kini terhimpun dengan baik dalam kitab-kitab hadits.
Dalam penggunaan istilah di Indonesia, hukum Islam dikenal dengan istilah yang lain yang sama yakni Syari’at Islam (Islamic Law) yaki wahyu Allah SWT yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya yang terdapat dalam kitab hadits. Akan tetapi syari’at lebih bersifat fundamental, mempunyai lingkup yang lebih luas dari fiqh, berlaku abadi serta menunjukkan kesatuan dalam islam, dan istilah lain dengan istilah fiqh Islam (Islamic Jurisprudence) yakni pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang syari’at yang sekarang terdapat dalam kitab-kitab fiqh. Oleh karena manusia yang biasanya disebut perbuatan hukum. Karena fiqh adalah karya manusia maka ia tidak berlaku abadi dapat berubah dari masa ke masa serta dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Perbedaan dari istilah tersebut adalah syari’at merupakan landasan fiqh, dan fiqh merupakan pemahaman orang yang memenuhi syarat tentang syari’at.
Fiqh berisi rincian (elaborasi) syari’ah, yakni suatu kegiatan ijtihad yang menggunakan akal fikiran (ar-Ro’yu). Dalam fiqh seseorang akan menemukan pemikiran-pemikiran para fukoha’ antara lain, para pendiri empat madzhab yakni Abu Hanifah (pendiri Madzhab Hanafi), Malik bin Anas (pendiri Madzhab Maliki), Muhammad Idris As-Syafi,i(pendiri madzhab Syafi’i), dan Ahmad bin hanbal (pendiri madzhab Hanbali) yang sampai sekarang hasil ijtihad mereka masih berpengaruh.
Menurut Tahir Azhary, terdapat tiga sifat hukum islam. Yang pertama yaitu, bidimensional, artinya mengandung segi kemanusiaan dan segi ketuhanan(Ilahi). Kedua adalah adil, dalam islam keadilan bukan saja merupakna tujuan tetapi merupakan sifat yang melekat sejak kaidah-kaidah dalam syari’at ditetapkan. Dan ketiga bersifat individualistic dan kemasyarakatan yang diikat oleh nilai-nilai transedental (wahyu).
Isi  hukum islam terbagi menjadi 2, yakni bidang ibadah yakni tata cara dan ritual wajib dilakukan seorang muslim dalam berhubungan dengan Allah dan bidang muamalah yakni ketetapan Allah SWT yang langsung berhubungan dengan kehidupan social manusia.
            Menurut Fathi Osman bagian-bagian hukum islam terdiri dari :
1.      Al-ahkam al-ahwal al-syakhsiyah (hukum perorangan)
2.      Al-ahkam al-madaniyah (hukum kebendaan)
3.      Al-ahkam al-jinayah (hukum pidana)
4.      Al-ahkam al-murafaat (hukum acara perdata pidana dan peradilan tata usaha negara)
5.      Al-ahkam al-dawliyah (hukum internasional)
6.      Al-ahkam al-iqtshadiyah wa al-maliyah (hukum ekonomi dan keuangan)
Tujuan hukum islam adalah untuk mencegah kerusakan pada manusia dan mendatangkan kemaslahatan serta mengarahkan pada kebenaran untuk mencapai kebahagiaan kehidupan di dunia dan di akhirat. Abu Ishaq al-shatibi merumuskan lima tujuan hukum islam, yakni memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Sumber hukum islam
Sumber hukum islam terdiri dari :
Al-Qur’an
Berasal dari kata qira’ah artinya bacaan yaitu kitab suci yang diturukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW ( Q.S Al Qiyamah 18).
MenurutSubhi Al Salih Al-Quran adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril dan ditulis dalam mushaf-mushafdan disampaikan kepada manusia, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-nas, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah.
Al-Quran mempunyai beberapa nama antara lain :
1. Al-Kitab QS.2:2, 44:2
2. Al-Furqon ( pembeda )
Dalam menetapkan hukum ada tiga cara yang dipergunakan Al-quran , yaitu:
- Mujmal, Al-quran hanya menerangkan pokok dan kaidah hukum saja, sedangkan perincian            dijelaskan dalam As Sunnah dan ijtihad para ulama. Cara ini banyak berkaitan dengan masalah ibadah.
- Agak jelas dan terperinci, seperti dalam hukum ijtihad, undang-undang perang ( tawanan,rampasan ) hubungan umat islam dengan umat lainnya.
- Jelas dan terperinci, berkenaan dengan masalah hutang piutang, makanan halal haram, sumpah, memelihara kehormatan wanita dan perkawinan.
Dalam menyimpulkan suatu ayat Al-qur'an agar mudah dipahami dan diambil sebagai sumber hukum, diperlukan beberapa cara antara lain :
a. Tafsir tahlili, yaitu mengkaji Al-qur'an dari segala segi dan maknanya, ayat demi ayat dan surat demi surat sesuai dengan urutan dalam mushaf usmani, yang terdiri dari :
-        Tafsir bi al-matsur (menafsirkan Al-qur'an dengan Hadits)
-        Tafsir bi al-ra'yi (menafsirkan Al-qur'an dengan pendapat atau akal)
-        Tafsir sufi (menafsirkan Al-qur'an yang dilakukan oleh para sufi yang pada umumnya dipengaruhi oleh mistisisme atau tasawuf)
-        Tafsir fiqih (menafsirkan Al-qur'an yang dilakukan oleh fuqaha' untuk dijadikan dalil atas kebenaran pendapatnya)
-        Tafsir falsafi (menafsirkan Al-qur'an dengan menggunakan teori-teori filsafat, biasanya menggunakan ilmu kalam dan simantik atau logika)
-        Tafsir 'Ilmi (menafsirksn Al-qur'an dengan menggunakan ilmu pengetahuan modern yabg timbul pada masa sekarang)
-        Tafsir Adabi (menafsirkan Al-qur'an dengan menggunakan segi balaghah dan kemukjizatan Al-qur'an).

b. Tafsir Ijmali, yaitu penafsiran secara singkat, global tanpa uraian panjang lebar dengan penjelasan yang mudah dipahami.
c. Tafsir Muqaran (membanding) yaitu memilih ayat-ayat lalu mengemukakan penafsiran seorang ulama sekaligus membandiingkan penafsirannya dari sisi dan kecenderungan masing-masing.
d. Tafsir Maudhu'i (tematik) yaitu mengumpulkan ayat-ayat Al-qur'an yang berbicara tentang suatu masalah / tema yang mempunyai tujuan dan tema yang satu.
Sunnah
Secara etimologi “sunnah” berart jalan yang bisa dilalui, cara yang senantiasa dilakukan, kebiasaan yang selalu dilaksanakan. Secara terminologi sunnah adalah segala hal yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik perkataan, perbuatan maupun persetujuan / penetapan (taqrir).
Terdapat beberapa istilah yang memiliki kesamaan makna dengan sunnah, antara lain :
-        Hadits, biasa digunakan hanya terbatas dari apa yang datang dari Nabi Muhammad SAW
-        Khabar, digunakan terhadap apa yang datang dari selain Nabi Muhammad SAW
-        Atsar, apa yabg datang dari sahabat, tabi'in dengan orang-orang sesudahnya
Para ulama sepakat bahwa sunnah merupakan sumber hukum Islam kedua sesudah Al-qur'an. Hal ini berdsarkan pada Qs. Ali Imran:31 , Al-nisa':59 , Al-Hasyr:7 , Al-Ahzab:21 , dan hadits rasul yang artinya “sesungguhnya padaku telah diturunkan Al-qur'an dan sejenisnya” (HR. Bukhari-Muslim)
Ijtihad
Ijtihad berarti “mencurahkan segala kemampuan” dan “memikul beban”. Secara terminologi beararti mencurahkan kemampuan untuk mendapatkan hukum syara' (hukum islam) tentang suatu masalah dari sumber (dalil) hukum yang tafsili (rinci) yakni Al-qur'an dan As Sunnah.
Metode-metode yang digunakan para mujtahid dalam memutuskan suatu hukum:
a)       ijma' yakni konsensus atau kesepakatan para imam mujtahid di kalangan umat islam tentang hukum Islam pada suatu masa setelah rasulullah SAW wafat
b)      Qiyas yakni menyamakan sesuatu yang tidak disebut dalam nash (Al-qur'an dan As Sunnah) dengan sesuatu yang telah disebutkan oleh nash. Dengan kata lain qiyas merupakan ijtihad deduksi atau menarik kesimpulan dan nash dengan jalan analogi (reasoning by analogy). Contohnya menganalogikan narkoba dengan larangan khamr karena sama-sama memabukkan.
c)      Istishlal (al maslahah dan al mursalah) adalah sifat-sifat yang sejalan dengan tindakan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya serta sejalan dengan tujuan syara' tetapi tidak terdapat ketentuan yang pasti baik mendukung atau menolak masalah tersebut oleh nash secara rinci. Dasar pemikiran istishlal (maslahah al-mursalah) adalah untuk pencapaian kebaikan (kemaslahatan) dan menolak kerusakan (mafsadat) umat manusia.
d)     Istihsan berarti memandang dan meyakini baiknya sesuatu, salah satu metode penetapan hukum yang dipakai oleh madzhab Hanafi, Maliki dan Hambali, sedangkan madzhab Syafi'i menolak. Menurut Imam Bdzawi (Hanafi) istihsan diartikan berpaling dari kehendak qiyas (biasa) kepada qiyas yang lebih kuat atau pengkhususan qiyas berdasarkan dalil (nash) yang lebih kuat. Menurut Imam al-Sarakhsi meninggalkan metode qiyas dengan metode menggunakan metode yang lebih kuat karena ada dalil yang mengkehendakinya serta lebih sesuai dengn kemaslahatan. Menurut Imam Al-Syatibi (Madzhab Maliki) Istihsan adalah memberlakukan kemaslahatan parsial ketika berhadapan dengan kaidah umum. Sehingga mendahulukan mashlahah dan qiyas. Menurut Ibnu Qudamah dan Najmuddin Al-Tufi (madzhab Hanmabi) Istihsan adalah berpaling dari hukum suatu masalah disebabkan adanya nash khusus
e)      'Urf yaitu kebiasaan mayoritas umat dalam menilai suatu perkataan atau perbuatan dijadikan salah satu dalil dalam menetapkan hukum. Menurut Mustafa Ahmad al-Zarqa, 'urf merupakan bagian dari adat, karena lebih umum, sehingga suatu 'urf harus berlaku pada kebanyakan orang di daerah tertentu, bukan pada pribadi atau kelompok tertentu dan 'urf sendiri muncul dari suatu pemikiran dan pengalaman.
Dari 'urf ini muncul qaidah (ushul fiqh) :
·         al-adah muhakamah (adat kebiasaan bisa menjadi landasan hukum)
·         La yunkaru taghayyuru al-ahkam bi taghayyuri al-azminah wa al-amkinah (tidak diingkari perubahan hukum disebabkan perubaha zaman dan tempat)
·         Al-ma'ruf urfan ka al masyrut syartan (yang baik itu menjadi 'urf sebagaimana yang disyaratkan itu menjadi syarat)
·         Al-tsabit bi al-'urf ka al-tsabit bi al-nash (yang ditetapkan melalui 'urf itu sama dengan yang ditetapkan melalui nash)
f)       Sad al-dzar'i yaitu menutup segala cara (jalan) yang menuju kepada suatu perubahan yang dilarang / merusak
g)      Istisshhab secara terminologi “minta bersahabat” atau “membandingkan sesuatu dan mendekatinya”. Menurut Imam Syafi'i istishab adalah berpegang pada dalil akal atau syara' bukan karena adanya dalil, tapi hasil pembahasan dan penelitian cermat menyatakan bahwa tidak ada dalil yang mengubah hukum yang sudah ada.

Dalil kaidah (ushul fiqh)
·         inna al-ashl baqa'u ma kana ala ma kana (pada dasarnya seluruh hukum yang sudah ada dianggap tetap berlaku sampai ditemukan dalil yang menunjukkan hukum itu tidak berlaku lagi)
·         Al-ashl fi al-asyyaa' al ibahah (dasar dalam hal-hal yang sifatnya bermanfaat bagi mausia hukumnya adalah boleh dimanfaatkan)
·         Al-yaqinu la yuzalu bi al-syakk (suatu keyakinan tidak dapat dibatalkan dengan keraguan)
·         Al-ashl fi al-azimah al-bara'ah min al-takalif wa al-huquq (pada dasarnya seseorang tidak dibebani tanggung jawab sebelum adanya dalil yang menetapkan tanggung jawab seseorang)
h)      Madzhab shahabi adalah pendapat para sahabat (baik berupa fatwa maupun ketetapan hukum di pengadilan) tentang suatu kasus yang menjadi dasar ulama dalam menentukan hukum. Para ulama memberi batasan bahwa pendapat para sahabat yang dikemukakan berdasarkan hasil ijtihad tidak dapat dijadikan ujjah dalam menetapkan hukum. Kecuali bila pendapat sahabat tersebut tidak menggunakan logika atau ijtihad
i)        Syar'u man qablana adalah hukum / syari'at sebelum Islam datang dan berkenaan dengan syari'at Islam.

Prinsip Hukum Islam
Prinsip-prinsip hukum Islam:
  1. Tauhid, bahwa semua pelaksanaan huku Islam adalah ibadah karena merupakan perhambaan manusia kepada Allah SWT
  2. Keadilan, meliputi keadilan dalam berhubungan antara manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan sesama manusia dan masyarakat serta hubungan manusia dengan berbagai pihak yang terkait
  3. Amar'ma'eruf nahi mungkar, berarti hukum Islam memerintahkan manusia untuk merekayasa menuju tujuan yang baik dan benar dan diridloi Alla SWT, serta memiliki fungsi menjauhkan dari segala sesuatu yang dilarang (kontrol). Dalam hukum Islam terdapat lima hukum dasar (al-ahkamul khamsah), yakni wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram
  4. Kemerdekaan dan kebebasan, prinsip ini mengkehendaki agar agama dan hukum Islam tidak disampaikan dalam bentuk paksaan, akan tetapi dengan argumentasi, pernyataan dan tauladan perilaku yang baik
  5. Persamaan atau egaliter
  6. Tolong menolong (Ta'awun)
  7. Toleransi (tasammuh)

Fungsi Hukum Islam
  1. Memelihara kemaslahatan agama
  2. Memelihara jiwa
  3. Memelihara akal
  4. Memelihara keturunan
  5. Memelihara harta benda

DEMOKRASI DALAM ISLAM
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani terdiri dari Demos (rakyat) dan Cratein (pemerintah). Jadi demokrasi berarti suatu negara yang pemerintahnnya dipegang rakyat. Dalam istilah Inggris, democracy yang menurut Presiden AS Abraham Lincoln merumuskan bahwa “Democracy is a government from people, by the people, and for the people”. Asas demokrasi adalah pengakuan terhadap HAM dan mengikutsertakan rakyat dalam pemerintahan.
            Pada abad keempat di Yunani, rakyat secara langsung turut serta dalam hal-hal kenegaraan yang disebut demokrasi lamgsung. Seiring dengan perkembangan demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi perwakilan. Demokrasi yang berkembang di tiap negara berbeda karena faktor ideologi, historis dan latar belakang budaya.
            Dalam Islam terdapat ajaran tentang demokrasi seperti yang dijalankan oleh Rasulullah SAW yang selalu berdialog dengan para sahabat dan masyarakat muslim dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan umat. Hal ini dijelaskan dalam penjelasan QS Ali Imron 159, serta tersirat dalam surat Asy Syura ayat 38.
            Menurut suatu riwayat, dikatakan bahwa Abu Hurairah berkata : “Saya tidak melihat seorangpun yang lebih rajin bermusyawarah dengan para sahabat selain Rasulullah SAW sendiri”.
            Dalam hadits lain diriwayatkan Rasul mengatakan kepada kedua penasihat utamanya yaitu Abu Bakar dan Umar bahwa “Jika kamu berdua sepakat berdasarkan suatu musyawarah, aku tidak akan menetang kalian”.
            Al-qur'an hanya memberi instruksi mengenai apakah semua permasalahan harus ditentukan dengan musyawarah, atau apakah syura berlaku pada masalah pemerintahan saja. Tapi hal ini justru membuat syura semakin fleksibel, tidak dibatasi dan dapat diterapkan dalam semua keadaan, dan untuk semua permasalahan yang berkaitan pada masyarakat.
            Syura berasal dari kata syara berarti mencarikan / mengambil madu dari sarang lebah / mencarikan suatu pendapat (ray) berkenaan dengan suatu permasalahan tertentu. Orang yang memikirkan suatu permasalahan dengan orang lai sering melaksanakan ijtihad berdasarkan pendapat rasional (ijtihad fi al-ray), dan dengan demikian mungkin benar dan mungkin salah. Tapi karena syura tidak seperti ijtihad yag hanya diambil oleh seorang ahli hukum saja, maka ia cenderung benar. Kekuatan syura juga terletak pada kenyataan bahwa musyawarah membawa masyarakat lebih dekat satu sama lain, dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk menyuaraka pandangan tentang permasalahan yang menyangkut masyarakat umum. Dengan cara ini, syura mencegah terjadinya perpecahan dalam masyarakat. Tapi musywarah hanya efektif jika para partisipan memiliki kebebasan penuh untuk mengemukakan pendapatnya.
            Ijma menurut bahasa adalah sepakat. Setuju atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulata pendapat atau kesepakatan semua ahli ijtihad ummat setelah wafatnya Nabi pada suatu masa tentang suatu hukum. Ijma adalah ijtihad jama'i atau ijtihad yang dilakukan oleh para mujtahid secara berkelompok.
            Ijma terdiri atas ijma qauli (ucapan), dan ijma sukuti (diam). Ijma qauli maksudnya para ulama mujtahidin menetapkan pendapatnya baik dengan ucapan maupun dengan tulisan yang menerangkan persetujuannya atas pendapat mujtahid lain di masanya. Ijma sukuti adalah ketika para ulama mujtahidin berdian diri, tidak mengeluarkan pendapatnya atas hasil ijtihad para ulama lain, diamnya itu bukan karena takut atau malu.

HAM MENURUT PERSPEKTIF ISLAM
            Dalam memberikan pengertian terhadap HAM, setiap bangsa mempunyai perspektif yang berbeda. Indonesia merumuskan HAM sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati dan dilindungi yang tercantum dalam UU HAM Pasal 1 Ayat 1. Pada dasarnya peristilahan HAM berawal dari konsep kuno Yunani – Romawi yag megkaitkan sikap manusia serta mengukur baik buruknya berdasarka keserasian dalam hukum alam (natural law doktrin) yang lebih menekankan kewajiban daripada hak.
            Dalam menelaah sejarah HAM, jauh sebelum abad masehi yaitu paa zaman Nabi Musa As yang memperjuangkan kemerdekaan umat Yahudi dari perbudakan Kerajaan Mesir. Pada abad Masehi terdapat deklarasi tentang HAM yang diawali dengan Magna Charta (1215) di Inggris yang membarasi kekuasaan Raja Sir John II, sampai pada Universal Declaration of Human Rights 10 Desember 1948 produk dari PBB yang mencantumkan hak-hak dasar manusia dalam bidang politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Banyak sekali jenis-jenis HAM yang diungkapkan oleh para ahli, tetapi pada dasarnya Hak Asasi meliputi:
1)      Hak memperhatikan diri (self preservation)
2)      Hak kemerdekaan (independence)
3)      Hak persamaan (equality)
4)      Hak untuk dihargai (respect)
5)      Hak bergaul dengan yang lain (interconise)
            Deklarasi Universal di atas adalah produk sebuah masa yang tidak terlepas dari pengaruh latar belakang historis, ideologis, dan intelektual yang berkembang paska perang dunia II yang merupakan hasil ramuan budaya pasca masa pencerahan sekular Barat yang tidak berpijak pada prinsip agama.
            Dalam perspektif Islam, syariat memberikan garis pemisah yang jelas antara huquq Allah (hak-hak Allah) dan huquq Al-Ibad (hak-hak hamba Allah). Hak Allah adalah kewajiban yang dicanangkan kepada setiap manusia untuk dilaksanakan untuk pengakuan terhadap ke-Esaan, ke-Maha Kuasaan dan Kebesaran Allah dengan mengikuti ketentuannya. Namun dalam konteks pelaksanaan syariat hak-hak manusia dapat dianggap dianggap sebagai hak-hak Tuhan. Contohnya adalah pelaksanaan zakat, institusi ini merupakan suatu kewajiban dalam melaksanakan hak Allah, tapi juga merupakan hak-hak manusia, yakni hak-hak orang miskin yang harus dipenuhi. Jadi dalam perspektif Islam hak-hak manusia adalah ketentuan moral yang diatur oleh hukum Allah atau syariat.
            Hak-hak asasi manusia adalah augrah Tuhan dan di dalam Islam hak-hak ini bersifat “teosentris” yakni bertujuan untuk dan bersumber dari Tuhan. Islam menempatkan hak-hak manusia sebagai konsekuensi dari pelaksanaan kewajiban terhadap Allah. Ekspresi kebebasan manusia harus ditempatkan dalam rangka keadilan, kasih sayang, dan persamaan kedudukan di mata Tuhan.
            Al-qur'an sangat menaruh perhatian kepada pemenuhan hak keadilan dan tnggung jawab dalam pelaksanaannya yaitu pada surat Al Maidah ayat 8, dalam konteks keadilan, Al-qur'an menggunakan istilah Adl dan Qist. Adl menunjuk kepada perilaku atau sikap yang berimbang antara dua ekstrim. Qist berarti bersikap adil (idak memihak) dalam menggunakan kekuasaan. Persamaan kedudukan di hadapan Allah dalam semua hal, keunggulan kedudukan hanya ditentukan oleh iman dan amalan kebaikan seperti pada surat Al-Baqarah ayat 17.
            Jaminan bagi kebebasan manusia tercermin pula dalam ketetapan Tuhan bahwa tiada seorangpun yang dapat membatasi kebebasan manusia kecuali Allah. QS Asy-Syura ayat 21.
            Kebebasan nurani manusia juga sangat dihargai oleh Islam karena pengekangan nurani berarti mencabut rasa kemanusiaan seseorang. Dalam pelaksanaannya juga harus disertai dengan tanggung jawab, sepert halnya dalam surat Al-Qiyamaah ayat 14-15, surat Al-Baqarah ayat 226.
            Semangat konsep keadilan dan persamaan ini melatarbelakangi nasihat Ali bin Abi Thalib r.a, kepada para penegak “Apabila kebenaran telah terungkap, keputusan harus diambil tanpa rasa takut, pilih kasih, dan prasangka”.
            Jadi tidak perlu disangsikan lagi bahwa di dalam Islam telah diatur segala aspek kehidupan manusia termasuk mengenai hak manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Sebagai makhluk yang terpilih untuk mengemban amanah (khalifah) Allah di bumi, kepadanya Allah  pikulkan berbagai tugas dan tnggung jawab untuk melakukan reformasi (ishlah) dan mencegah berbagai macam
tindakan pengerusakan (fasad) yang tidak disukai oleh-Nya untuk terlaksananya tugas dan tanggung jawab dengan misinya sebagai khalifah, kepadanya Allah memberikan sejumlah hak yang harus dipelihara dengan sebaik-baiknya serta dihormati. Hak-hak tersebut bersifat sangat mendasar (asasi), dan diberikan langsung oleh Allah sejak kehadirannya di muka bumi ini.
            Karena itu, tak seoragpun dapat mengingkarinya dan mencabut dari dirinya. Hak-hak itu antara lain akan diuraikan dalam pembahasan berikut.
A)    Hak Persamaan dan Kebebasan
1.      Persamaan  di dalam politik dan hukum QS Al-Hujarat 49:13, An-Nisa' 4:58 dan An-Nisa' 4:105
2.      Hak berekspresi dan mengeluarkan pendapat QS Ali Imran 3:104, Al-Ashr 103:3, Az-Zumar 39:17-18)
3.      Hak berpartisipasi dalam politik dan pemerintahan QS Asyura 42:38
4.      Hak wanita sederajat dengan pria (persamaan)
a)      Hak memperoleh perlindungan dan perlakuan yang wajar An-Nisa' 4:34
b)      Hak untuk memperoleh nafkah Ath-Thalaaq 6:5
c)      Hak untuk memperoleh bagian harta warisan An-Nisa' 4:7
d)     Hak untuk berusaha dan memperoleh hasil usahanya An-Nahl 17:97
e)      Hak dalam memilih pasangan hidup di dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:
“Dari Ibnu Abbas katanya, sesungguhnya seorang gadis telah datang mengadukan halnya kepada Rasulullah SAW bahwa ia telah dikawinkan oleh bapaknya dan ia tidak menyukainya. Maka Nabi SAW memberikan kesempatan kepadanya unuk meneruska atau membatalkan perkawina itu” (HR Ahmad, Abu Daud, Ibu Majah dan Daru Quthni)
f)       Hak kebebasan memilih agama (QS Al-Baqarah 2:256, Al-Kahfi 18:29, dan S.Yunus 10:99)
g)      Hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan sosial (QS Al-Baqarah 2:168, Al-Ma'un 107:1-3, Al-Ma'arij 70:24-25)
h)      Hak kebebasa bertempat tinggal dan mencari serta memberi suaka (QS An-Nisa' 4:97, Al-Mumtahanah 60:8-9)
B)    Hak Hidup, Perlindungan dan Kehormatan
Hak hidup dan memperoleh perlindungan (QS Al-Isra' 17:33, Al-Isra' 17:31)
Di dalam sebuah hadits, Nabi SAW bersabda yang artinya :
Rasulullah SAW bersabda : “Tolonglah saudaramu yang menganiaya (zalim) atau yang teraniaya (terzalimi). Ya Rasulullah, aku akan menolong seseorang yang teraniaya. Bagaimana pendapatmu jika seseorang berbuat zalim, bagaimana cara aku menolongnya? (Rasulullah) berkata : cegahlah ia dari berbuat zalim, maka itulah cara engkau menolon” (HR Bukhari)
1.      Hak atas kehormatan pribadi (QS Al-Hujarat 49:11-12, An-Nur 24:27-28)
2.      Hak anak dari orang tua (QS Al-Baqarah ayat 233, At-Tahrim 66:6) ditegaskan dalam sebuah hadits :
Artinya : Nabi SAW bersabda : “Tidakkah dari anak (yang lahir) itu melainkan dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah), maka kedua ibu bapaknyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR Bukhari)
3.      Hak memperoleh pendidikan dan berperanserta dalam perkembangan iptek (QS Al-Israa' 17:36 dan QS Al-Israa' 17:84)
4.      Hak untuk bekerja dan memperoleh imbalan (QS An-Nahl 16:97, Al-Mulk 67:15 dan Al-Israa' 17:84)
5.      hak tahanan dan narapidana (QS Al-Qashash 28:77)
C)    Hak Kepemilikan
1.      Hak kepemilikan pribadi (QS Al-Baqarah 2:29 dan An-Nisaa' 14:29)
2.      Hak menikmati hasil / produk ilmu dan hak ciptaanya (QS Al-Ahqaaf 46:19, Al-Mujaadilah 58:11, An-Nahl 16:97)
3.      Hak menikah dan berkeluarga (QS Ar-Ruum 30:21)

            Kontribusi umat Islam dalam Perumusan Sistem Hukum Nasional
·         Lahirnya UUD 1945
·         Lahirnya UU Perkawinan, Peradilan Agama, Pengelolaan Zakat, Perbakan Syariah dll.

HAM MENURUT PERSPEKTIF BARAT
Konsepsi HAM dikalangan sejarawan EROPA tumbuh dari konsep hak ( right ) pada yurisprudensi romawi, kemudian meluas pada etika viateori hokum alam ( naturallaw ).tentang hal ini, Robert audi mengatakan sebagai berikut : the konsep of right arose in roman yurisprudence and was extended to ethics via natural teori. Justas positive law makers, konvers legal right, so the natural konvers natural rights.
Secara ringkas, uraian berikut akan menggambarkan kronologis konseptualisasi penegakan HAM yang diakui secara yuridis – formal. Perkembangan berikut juga menggambarkan pertumbuhan kesadaran pada masyarakat barat. Tonggak – tonggak sosialisasinya adalah sebagai berikut: pertama, dimulai yang paling dini, oleh munculnya ’ perjanjian agung ‘( magna charta ) di ingris pada 15 Juni 1215, sebagau bagian dari pemberontakan para BARON terhadap raja JHON ( saudara raja RICHARD berhati singa, seorang pemimpin tentara salib. Isi pokok dokumen itu ialah hendaknya raja tak melakukan pelanggaran terhadap hak milik dan kebebasan pribadi seorangpun dari rakyat ( sebenarnya cukup ironis bahwa pendorong pemberontakan para baron itu sendiri antara lain ialah dikenakannyapajak yang sangat besar, dan dipaksakannya para baron untuk membolehkan anak – anak perempuan mereka kawin dengan rakyat biasa ).
Kedua, keluarnya bill of right pada 1628 yang berisi penegasan tentang pembatasankekuasaan raja dan dihilangkannya hak raja untuk melaksanakan kekuasaan terhadap siapapun, tanpa dasar hokum.
Ketiga, deklarasi kemerdekaan amerikat serikat pada 6 juli 1776, yang memuatpenegasan bahwa setiap orang dilahirkan dalam persamaan dan kebebasan dengan hak untuk hidup dan mengejar kebahagiaan, serta keharusan mengganti pemerintahanyang tidak mengindahkan ketentuan – ketentuan dasar tersebut.
Keempat, deklarasi hak – hak asasi manusia dan warga Negara ( declaration des droits de I’Homme et du Citoyen / Declaration of the rights of man and of the citizen ) dari Perancispada 4 agustus 1789, dengan titik berat kepada lima hak asasi : kepemilikan harta ( propiete ), kebebasan ( liberte ), persamaan ( egalite ), keamanan (securite) dan perlawanan terhadap penindasan ( resistence a l’oppression ).
Kelima, deklarasi universal tentang hak hak asasi manusia ( universal declaration of human rights / UDHR ), pada 10 desember 1948, yang memuat pokok –pokok tentang kebebasan, persamaan, pemilikn harta, hak- hak dalam perkawinan, pendidikan, hak kerja, kebebasan beragama (termasuk pindah agama ). Deklarasi itu ditambah dengan berbagai instrument lainnya yang datang susul menyusul, telah memperkaya imat manusia tentang hak – hak asasi, dan menjadi bahan rujukan yang tidak mungkin diabaikan.
Dari perkembangan historis di atas, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan filosofisyang tajam, baik dari segi nilai maupun orientasi. Di inggris menekankan pada pembatasan raja, di amerika serikat mengutamakan kebebasan individu, di perancis memprioritaskan egalitarianism persamaan kedudukan di hadapan hokum ( equality before the law ), di rusia tidak diperkenalkan hak individu, tetapi hanya mengakui hak social dan kolektif.